Mutu atau Loyo?

Mutu atau Loyo?

Rahmadi Nirwanto, M.Pd

Untuk menggairahkan kembali PPMP yang selama ini dianggap mandul, kami di  Pusat Penjamin Mutu Pendidikan (PPMP) STAIN Palangka Raya mencoba membuat motto yang menjadi landasan kami dalam upaya membangun budaya mutu di lingkungan STAIN Palangka Raya. Salah seorang di antara kami menawarkan idenya, bagaimana kalau mottonya,” Mutu atau Mati? Tetapi kata-kata ini sudah digunakan oleh perguruan tinggi lain. Kami tidak ingin menjiplak motto orang lain, Selain itu juga kata-kata ini kedengarannya sangat ekstrem. Kemudian salah seorang teman lagi menawarkan idenya, bagaimana kalau motto PPMP STAIN adalah: Mutu atau Loyo? Ya, semuanya sepakat karena rasanya motto ini pas untuk kita di lingkungan STAIN Palangka Raya.


Motto: “Mutu atau Loyo?” digunakan menggambarkan dan merefleksikan sebuah realitas yang ada di tengah-tengah. Kita selalu berada dalam dua sisi yang berbeda. Kalau kita mengingingkan sesuatu yang bermutu, tentu konsekwensi logisnya adalah kita harus bekerja keras agar kita mendapatkan sesuatu yang bermutu. Bahkan kitapun dianggap sebagai ummat terbaik mutunya sebagaimana dalam Al-Qur’an:” Kalian adalah umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang yang munkar dan beriman kepada Allah,dan kalau sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada orang-orang yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (Q.S:Ali Imran:110) Menggaris bawahi awal dari ayat ini: “Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnas”– yang artinya Kalian adalah umat terbaik yang terlahir untuk manusia. Muh Ali Ashshobuuni didlm tafsirnya :”Antum yaa ummati Muhammad Rasulullah saw khaira ummatin (kalian wahai ummat Muhammad Rasulullah saw adalah ummat terbaik, liannakum anfa’annaasu linnaasi (disebabkan kalian adalah umat yg paling banyak manfaatnya bagi orang lain), hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW :”Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Berdasarkan Al-Quran kita berpotensi untuk melakukan sesuatu yang bermutu dengan bekerja sebaik-baiknya  agar menjadi contoh umat yang terbaik, melakukan ibadah-ibadah yang terbaik, beramal amal yang terbaik.

 Kontras dengan kata mutu adalah “loyo” . Menurut kamus Bahasa Indonesia loyo artinya tidak berdaya atau lemah. Sungguh berbahaya kalau penyakit loyo menimpa kalangan akademisi. Apa jadinya? Tidak  usaha untuk memperbaiki diri, tidak bersemangat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kinerja atau kualitas apapun yang berkaitan dengan tugas kita sehari-hari. Padahal, dari hari ke hari tantangan masa depan semakin besar. Banyak hal yang harus dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki mutu diri kita, mutu pekerjaan kita dan mutu pengabdian kita kepada masyarakat. Kalau kita loyo terus-terusan, kita akan tersingkirkan dari persaingan. Sangat ironis lagi apabila kita berikap resisten dan merasa terusik dengan berbagai upaya-upaya peningkatan mutu baik secara individual maupun secara kelembagaan. Memang disadari bahwa kita menjadi korban dari upaya meningkatkan mutu apabila tidak ada kemauan untuk berubah.

 

Pada kenyataanya, kalau ada sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan diri kita sendiri, maka kita menginginkan segala sesuatunya yang bermutu. Kita berusaha untuk menggapai kehidupan kita lebih bermutu, menginginkan pendidikan anak kita yang bermutu. Pokoknya, semuanya bermutu. Kenapa kita enggan untuk meningkatkan mutu diri kita. Alangkah tidak adilnya apabila kita berharap segala sesuatu yang bermutu, padahal pada saat yang sama apabila kita memposisikan diri kita jadi orang lain, tentu kitapun juga menginginkan sesuatu yang terbaik juga. Filosifis dari motto, Mutu atau Loyo,” kalau dilihat dari segi kata-katanya sangat sederhana tetapi kedalaman makna. Kalau ingin berharap segala sesuatu bermutu, kenapa kita tidak mulai dari hal-hal yang kecil, bukankah sesuatu yang besar bermula dari sesuatu yang kecil. Sebagai karyawan tentu perlu meningkatkan kualitas pelayanan. Sebagai dosen kita menigkatkan mutu kinerja kita. Janganlah keloyoan kita itu malah menjadikan diri kita orang-orang  tidak bermakna yang tidak memberikan manfaat apapun kepada orang lain. Bangkitlah dari keloyoan,  mari kita bina diri kita agar menjadi orang-orang yang bermutu. (penulis sekretaris PPMP STAIN Palangka Raya)